ARTIKEL
"SEKS
REMAJA DAN ABORSI"
Aborsi pun akhirnya menjadi buah simalakama di Indonesia.Di
sisi lain aborsi dengan alasan non medik dilarang dengan keras
di Indonesia tapi di sisi lainnya aborsi ilegal meningkatkan
resiko kematian akibat kurangnya fasilitas dan prasarana medis
, bahkan aborsi ilegal sebagian besarnya dilakukan dengan cara
tradisonal yang semakin meningkatkan resiko tersebut.
Angka kematian akibat aborsi
mencapai sekitar 11 % dari angka kematian ibu hami dan melahirkan
, yang di Indonesia mencapai 390 per 100.000 kelahiran hidup
, sebuah angka yang cukup tinggi bahkan untuk ukuran Asia maupun
dunia.
Tapi ada satu hal yang perlu
di garis bawahi mengenai hal ini.Angka kematian akibat aborsi
itu adalah angka resmi dari pemerintah, sementara aborsi yang
dilakukan remaja karena sebagian besarnya adalah aborsi ilegal.
Praktek aborsi yang dilakukan remaja sebagaimana dilaporkan
oleh sebuah media terbitan tanah air diperkirakan mencapai
5 juta kasus per tahun, sebuah jumlah yang sangat fantastis
bahkan untuk ukuran dunia sekalipun.Dan karena ilegal aborsi
yang dilakukan remaja ini sangat beresiko berakhir dengan kematian.
Pro Live v.s Pro Choise
Pada tahun 1996 terjadi peristiwa yang mengejutkan publik
Amerika , Paul Hill seorang mantan pendeta Presbyterian menyerang
klinik aborsi Ladies Center di Pensacola, Florida dan menembak
mati dua orang dokter dan seorang perawat serta melukai beberapa
orang lainnya.
Peristiwa tersebut menandai
titik ekstrim dari peseteruan kelompok pro live dan pro choise
di Amerika Serikat. Isu aborsi yang terbagi dalam kedua mazhab
besar ini bisa menyebabkan seorang politisi di Amerika Serikat
naik atau terdepak dari kursinya. Perdebatan antara kedua kutub
ini mulai terjadi ketika aborsi dilegalkan di Amerika Serikat
pada tahun 1973.
Pro Live berargumen bahwa
setiap manusia termasuk yang belum lahir memiliki hak untuk
hidup, dan hak seseorang untuk hidup merupakan bagian dari Hak
Asasi Manusia universal, sementara kelompok pro choise beranggapan
bahwa seorang perempuan
berhak menentukan pilihan atas tubuhnya, dan hak menentukan
pilihan adalah hak asasi manusia yang harus dilindungi.
Kubu pro choise semakin
menguat bukan saja di Amerika melainkan juga di dunia pada masa
Bill Clinton berkuasa. Kebijakan pemerintah Amerika Serikat
pada waktu itu menguntungkan kubu pro choise diantaranya pengucuran
dana pemerintah kepada klinik-klinik aborsi (yang kemudian dihentikan
pada masa George W Bush berkuasa).
Selain itu di dunia internasional pemerintah Amerika Serikat
berhasil mensponsori dan mempengaruhi banyak negara di dunia
untuk mendukung kebijakan yang condong ke kutub pro choise dalam
konvensi-konvensi badan dunia PBB dalam hal kependudukan,
keluarga dan perempuan.
Kebijakan Aborsi di Indonesia
Indonesia termasuk salah satu negara yang menentang pelegalan
aborsi dalam konvensi-konvensi badan dunia PBB, satu kubu dengan
negara-negara muslim dunia ,sebagian negara Amerika Latin dan
Vatikan.
Di Indonesia aborsi dianggap
ilegal kecuali atas alasan medis untuk menyelamatkan nyawa sang
ibu. Oleh karena itulah praktek aborsi dapat dikenai pidana
oleh negara. Fatwa lembaga keagamaan pun rata-rata mendukung
kebijakan pemerintah tersebut , misalnya fatwa Majlis Tarjih
Muhammadiyah tahun 1989 tentang aborsi yang menyatakan bahwa
aborsi dengan alasan medik diperbolehkan dan aborsi dengan alasan
non medik diharamkan.
Akan tetapi bisakah Indonesia
digolongkan dalam kubu pro live. Jawabnya bisa ya bisa tidak.
Walaupun kebijakan pemerintah Indonesia dengan melarang parktek
aborsi condong ke kubu pro live akan tetapi kebijakan lainnya
justru mendorong terjadinya
praktek aborsi. Diantaranya larangan bagi siswa/i yang masih
duduk di bangku sekolah dasar dan menengah untuk menikah. Kebijakan
inilah yang mendorong terjadinya praktek aborsi, siswi yang
hamil akan dikeluarkan dari sekolah dan dilarang untuk melanjutkan
studynya, selain oleh karena tekanan orang tua, masyarakat dan
lingku-ngan. Karena itulah aborsi menjadi pilihan terbaik dari
yang terburuk yang bisa diambil oleh seorang remaja yang hamil
di luar nikah.
Penutup dan Analisa
Memang mencegah lebih baik daripada mengobati. Memberi pengetahuan
mengenai beresikonya melakukan seks pra nikah atau sex bebas
adalah salah satu metode paling tepat untuk menurunkan resiko
kehamilan di luar nikah. Akan tetapi ketika nasi telah menjadi
bubur apa tindakan kita.Apakah kita hanya terbatas pada menghukum
dan
menghakimi mereka saja.
Kesalahan mereka tidak bisa
dilepaskan dari kesalahan kita juga, baik sebagai orang tua,
pendidik maupun komponen masyarakat lainnya. Oleh karena itulah
perlu dicarikan sebuah solusi yang tepat dalam menangani masalah
ini.
Indonesia memang bukan seperti
negara maju, dimana mereka sudah berpengalaman dalam menangani
masalah-masalah seperti ini dengan melibatkan semua pihak, baik
orang tua, para guru, teman-temannya di sekolah bahkan juga
pemerintah. Sementara Indonesia yang merupakan negara yang bertransisi
dari masyarakat tradisonalis ke masyarakat modern bahkan pra
modern tidak memiliki kesiapan dalam menghadapi
persoalan ini. Sehingga aksi-aksi yang dilakukan pun lebih banyak
merupakan aksi panik seperti halnya mengeluarkan siswi hamil
tersebut.
Resiko meningkatnya perilaku
seks pra nikah dan seks bebas tidak dapat dihindari akibat perkembangan
budaya modern dan meningkatnya usia pasangan nikah. Tapi sangat
disayangkan apabila pemerintah dan juga kalangan pendidik dan
komponen masyarakat tidak memiliki sebuah konsep yang terarah
dan jelas untuk menghadap fenomena sosial ini. Peningkatan usia
nikah harusnya juga diikuti dengan pembekalan mengenai sex pada
kalangan remaja sehingga mereka bisa mengendalikan diri dan
menjauhi perilaku sex beresiko tersebut. Akan tetapi budaya
sex tabu menempatkan kalangan remaja seperti anak kecil yang
dipandang dan dianggap tidak perlu tau masalah sex.
Selain itu perlu ada
jaminan, bila memang pemerintah mengambil kebijakan pro live
seharusnya diikuti kebijakan-kebijakan lain yang sifatnya melindungi
hak kalangan remaja bila mereka mengalami kehamilan di luar
nikah , diantaranya hak untuk meneruskan pendidikan, hak untuk
mendapatkan fasilitas perawatan medis dan psikis yang memadai
serta jaminan perawatan terhadap bayi yang akan dilahirkannya.
Apabila jaminan-jaminan seperti ini tidak mampu disediakan oleh
pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat maupun komponen
masyarakat lainnya termasuk orang tua dan pendidik, maka kebijakan
pelarangan aborsi menjadi kontra produktif bagi
remaja, dan pencegahan praktek aborsi ilegal oleh remaja menjadi
sia-sia.
|