ARTIKEL
"Sel
Tunas vs Awal Kehidupan"
Tentu
tidak Kapan kehidupan manusia dimulai merupakan topik yang banyak
dibahas para ahli agama, filsuf, ahli hokum/pembuat undang-undang,
dan komite etik kedokteran. Hal ini penting karena jawabannya
punya implikasi besar bagi evaluasi etik terapi medis yang menggunakan
jaringan janin (misalanya pengobatan leukemia, penyakit Parkinson),
penelitian dasar maupun terapan kedokteran dengan stem cell
(sel tunas) dari embrio.
Kontroversi mengenai awal kehidupan manusia di negara mau menghambat
laju penelitian sel tunas. Akibatnya, banyak penelitian didanai
oleh perusahaan yang bersifat komersial. Bisa dipastikan, biaya
terapi akan mahal untuk mengembalikan investasi plus keuntungan.
Tentangan
terbesar berasal dari Gereja Katolik dan Protestan, yang menyatakan
bahwa kehidupan dimulai sejak konsepsi, yaitu saat pertemuan
sel telur dengan sperma. Sementara ajaran Yahudi, Buddha, dan
Islam meski berbeda hitungan waktunya sama-sama berpendapat
bahwa kehidupan baru dimulai setelah adanya "kesadaran"
atau roh.
Pada diskusi yang diselenggarakan Pew Forum on Religion &
Public Life, Amerika Serikat, sebagaimana dipublikasikan di
situs web forum itu, Ketua The Wilberforce Forum Dr Nigel Cameron
menentang semua bentuk kloning manusia berdasarkan kepercayaan
Protestan konservatif. "Kloning embrio manusia akan menjadi
dasar pembuktian bagaimana kita sebagai umat menjaga martabat
manusia" ujarnya. Presiden The Culture of Life Foundation
Robert Best juga menentang segala bentuk kloning demi menjaga
kesucian hidup manusia sejak konsepsi sampai kematian.
Rabbi
Moses Tendler, Guru Besar Biologi dan Etika Kedokteran Yahudi
dari Universitas Yeshiva, menentang kloning manusia, namun bisa
menolerir kloning terapeutik. Menurut Tendler, manusia wajib
menyembuhkan penyakit. Selain itu, ajaran Yahudi berpandangan
bahwa kehidupan manusia baru dimulai 40 hari setelah konsepsi.
Pandangan serupa juga diyakini Muslim Suni, demikian Prof Abdulaziz
Sachedina, Guru Besar Kajian Agama dari Universitas Virginia.
Karena itu, Sachedina tidak keberatan penggunaan embrio untuk
penelitian. Tentang kloning manusia, Sachedina mengingatkan,
hal itu akan mengacaukan hubungan kemasyarakatan.
Di sisi lain,
sel tunas yang didapat dari embrio yang dihentikan pada tahap
blastosit, embrio yang berupa kelompok sel dalam rongga yang
dilingkupi sel selubung, merupakan harapan besar dalam upaya
penyembuhan pelbagai jenis penyakit. Sel selubung akan berkembang
menjadi plasenta, sedang sel bagian dalam berkembang menjadi
pelbagai organ tubuh (sel pluripotent). Sel pluripotent ini
yang diteliti untuk diarahkan menjadi pelbagai jaringan organ
tubuh. Jika penelitian berhasil, banyak penyakit, bisa diatasi
dengan mengganti jaringan yang rusak.
(Diambil dari Kompas,
8 Agustus 2002)
|