ARTIKEL
Bukan
Sekedar Onggokan Daging...
(Diambil dari artikel majalah Get Fresh)
Berikut dibawah ini adalah beberapa penuturan
yang disampaikan oleh para dokter berhubung dengan permasalahan
seputar aborsi. Biarlah kiranya penuturan-penuturan dibawah
ini bisa mengingatkan kita betapapun juga janin-janin itu bukanlah
sekedar onggokan daging belaka, tapi manusia yang pada dasarnya
memiliki hak hidup.
Saat itu menjelang tengah malam, saya sedang berada di Unit
Gawat Darurat ketika seorang remaja yang saya perkirakan tidak
lebih dari umur 20 tahun masuk dengan mimik muka kebingungan
bercampur takut. Saya mulai bertanya mencari tahu apa masalahnya
sehingga ia datang untuk berobat. Ia mulai dengan pernyataan
bahwa ia mengalami pendarahan hilang timbul selama hampir tiga
bulan. Ketika saya mulai memancing dengan pertanyaan mengenai
riwayat menstruasinya, dengan nada agak panik ia mengaku telah
melakukan aborsi di sebuah klinik dengan seorang dokter spesialis
hampir tiga bulan yang lalu. Setelah hampir seminggu dikuret
ia mulai mengalami pendarahan. Sebelumnya ia pernah mencoba
aborsi dengan mengkonsumsi obat-obatan dari dokter lain. Setelah
minum obat itu, ia mulai merasa sakit perut lalu ada yang keluar
dari (maaf) lubang kemaluannya berupa darah dan gumpalan-gumpalan.
Sampai sekarang ia merasa ada yang masih mengganjal di sana.
Ia sudah coba menariknya tetapi tidak bisa.
|
Hal itu membuat ia ketakutan. Saya putuskan
untuk memeriksanya. Biarpun saya sudah dapat menduga apa
yang sedang terjadi, sejujurnya saya tidak pernah menyangka
bahwa yang terlihat adalah potongan sepasang kaki mungil
milik janin berusia kurang lebih 15-16 minggu yang 'lolos'
dari usaha aborsi.
(Seperti yang diceritakan TN, seorang dokter umum disalah
satu rumah sakit Jakarta) |
Waktu pertama kali melakukan pengguguran, saya merasa menjadi
seorang pembunuh. Tetapi saya melakukannya lagi, lagi dan lagi,
dan 20 tahun kemudian saya menjadi kebal terhadap suara hati
nurani. Yah, saya perlu uang.
Karena itu adalah pekerjaan yang mudah maka saya terpaksa
melihat para wanita sebagai hewan dan bayi-bayi itu sebagai
kumpulan daging belaka.
(dokter NN) |
|
Mula-mula kami melakukan pengguguran pada janin-janin kecil...sehingga
detakan-detakan jantung dan geraknya tak begitu nyata. Saya
pikir janin-janin berumur 15-16 minggu itu tentu belum bisa
merasa apa-apa. Tanpa sadar, kami mulai melakukan pengguguran
terhadap janin-janin besar. Tiba-tiba waktu kami menyuntikkan
cairan garam, kami melihat ada gerakan-gerakan dalam rahim.
Pasti ini adalah janin yang menderita akibat menelan cairan
garam, ia menendang-nendang dengan panik dalam keadaan sekarat.
Kami menghibur diri dengan mengatakan bahwa itu hanya disebabkan
oleh kontraksi otot-otot rahim saja. Tapi jujurnya hal ini menekan
batin kami, sebab sebagai dokter kami mengerti betul bahwa bukan
itu yang sebenarnya terjadi. Kami telah melakukan pembunuhan.
(Dr. John Szenens)
Saya mengalami banyak kesukaran dalam perasaan saya karena pengguguran
di masa lalu. Suatu hari saya memasuki ruangan dimana mereka
menyimpan janin-janin itu sebelum dibakar. Janin-janin itu dikumpulkan
dalam waah-wadah, seperti ayam potong yang dijual di pasar.
Saya menjenguk ke dalam wadah di depan saya. Di dalamnya ada
bayi kecil telanjang, berlumuran darah. Ia berwarna merah keungu-unguan
karena memar dan wajahnya tegang, menderita sekali sebab dipaksa
untuk mati terlalu cepat.
(Susan Lindstrom)
Saya tidak suka dengan ide aborsi. Menurut saya, ketika sperma
membuahi sel telur ia sudah menjadi seorang manusia. Mungkin
belum terlihat bentuk manusianya tapi ia sudah hidup dan sedang
memulai suatu proses pematangan dari bagian-bagian yang sebenarnya
sudah ada sejak pembuahan. Terkadang saya berpikir daripada
diaborsi, lebih baik ia dilahirkan dan diadopsi oleh orang lain.
Betapa mengherankan bila dipikir, disatu sisi banyak pasangan
yang sudah menikah begitu rindu ingin punya anak dan bersedia
melakukan apa saja untuk mendapatkan seorang anak, namun disisi
lain ada orang yang membuang, seakan-akan janin itu hanyalah
onggokan daging belaka. Saya mengerti, banyak faktor yang mendorong
seseorang untuk melakukan dan membantu melakukan aborsi. Namun
apapaun alasannya, di mata Tuhan itu salah.
(Dr.
Kartini, Jakarta)
|